Menulis. Menyebarkan. Saling menginspirasi.

Jalan-jalan malam di Jalan Malioboro dan sekitarnya

Siapa yang ngga tau Jogjakarta?


Kota yang dikenal sebagai kota pendidikan, kota seni dan budaya, serta kota kuliner dengan makanan khasnya yaitu gudeg ini sudah dikenal oleh berbagai kalangan di Indonesia dan bahkan Luar negeri.

Mau pergi ke Jogjakarta atau sedang berlibur ke Jogjakarta? Tak lengkap rasanya jika tidak berkunjung ke Jalan Malioboro, pusat perbelanjaan di Jogjakarta, yang menyediakan berbagai kebutuhan pelancong, seperti kaos khas Jogja, batik baik itu tas, baju, celana, bantal, dan lain lain, sudah pasti dengan harga nego.

Namun, apakah suasana Jalan Malioboro di jam-jam sibuknya sama dengan ketika  toko-tokonya sudah tutup ataupun pedagang kaki limanya sudah pulang? Jawabannya dapat dilihat dari beberapa foto dibawah ini, yang saya ambil pada malam hari (>22.00) tanggal 25 dan 27 Desember 2012.





Sangat berbeda, jika pada jam-jam sibuknya Jalan Malioboro disesaki oleh para pengunjung/pelancong, namun pada malam hari suasana terlihat sepi (ya wajar sih, namanya juga toko-toko udhah tutup dan pedagang kaki limanya udah pulang ---,,---). 

Pada malam hari, di depan toko-toko yang tadinya menyajikan berbagai souvenir khas Jogjakarta, berubah menjadi warung makan lesehan yang menyajikan berbagai makanan, salah satunya adalah gudeg (Kalau mau makan di warung-warung lesehan tersebut, harap diperhatikan harganya, jangan langsung main pesan aja :P).

Dengan suasana yang sangat jauh berbeda, bagi saya pribadi, suasana Jalan Malioboro pada malam hari terasa gimana gitu, sunyi sepi, dengan berbagai bangunan klasiknya, dan peristiwa hidup yang memberikan saya banyak pelajaran, kalau bahasa inggrisnya itu meaningful (haha sok pake bahasa inggris segala @_@).

Seperti yang terlihat pada beberapa foto dibawah ini :

     


Jadi pelajaran bagi saya bahwa hidup itu harusnya penuh dengan perjuangan. Saat ini saya belum hidup dalam kehidupan yang sebenarnya, karena saya masih menggantungkan ‘perekonomian’  kepada orangtua, sehingga sedikit sekali makna perjuangan yang dapat   dicerna. Namun, beberapa foto diatas meyakinkan saya bahwa tidak ada waktu yang seharusnya dibuang sia-sia, waktu itu sangat berharga, dan saya harus memperbaikinya karena telah banyak sekali kehilangan hal yang berharga tersebut di masa lalu.

Sudah, sudah, sudah. . .   Cukup sudah ber-melankolis rianya. (:

Lanjut ke sesi lain . . . .

Di penghujung tahun, Jogjakarta mempunyai sebuah acara untuk merayakan maulid nabi, nama acara itu adalah sekaten. Apa itu sekaten? Ini yang saya dapat dari Wikipedia.

Sekaten atau upacara Sekaten (berasal dari kata Syahadatain atau dua kalimat syahadat) adalah acara peringatan ulang tahun nabi Muhammad s.a.w. yang diadakan pada tiap tanggal 5 bulan Jawa Mulud (Rabiul awal tahun Hijrah) di alun-alun utara Surakarta dan Jogjakarta. Upacara ini dulunya dipakai oleh Sultan Hamengkubuwana I, pendiri keraton Jogjakarta untuk mengundang masyarakat mengikuti dan memeluk agama Islam.


Pada hari pertama, upacara diawali saat malam hari dengan iring-iringan abdi Dalem (punggawa kraton) bersama-sama dengan dua setgamelan Jawa: Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu. Iring-iringan ini bermula dari pendopo Ponconiti menuju masjid Agung di alun-alun utara dengan dikawal oleh prajurit Kraton. Kyai Nogowilogo akan menempati sisi utara dari masjid Agung, sementara Kyai Gunturmadu akan berada di Pagongan sebelah selatan masjid. Kedua set gamelan ini akan dimainkan secara bersamaan sampai dengan tanggal 11 bulan Mulud selama 7 hari berturut-turut. Pada malam hari terakhir, kedua gamelan ini akan dibawa pulang ke dalam Kraton.

Sekaten diadakan sampai bulan Februari 2013.
Berikut adalah beberapa foto suasana Sekaten.

                                                   











Diantara acara sekaten dan Jalan Malioboro, terdapat Km 0 Jogja.

Km 0 merupakan pusat kota Jogjakarta (menurut saya, ntah benar ntah tidak :D), disekitarnya terdapat berbagai bangunan yang indah dan klasik seperti Gedung Agung, Gedung BNI, Gedung Bank Indonesia, Gedung Kantor Pos, Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949, dan Museum Benteng Vredeburg

Tidak hanya pelancong saja yang menikmati Km 0, melainkan warga asli Jogjakarta dan perantauan seperti saya ini juga sering ke Km 0, baik itu hanya untuk sekedar ngobrol bareng temen ataupun untuk hunting foto (ya kayak saya ini ---,,---).

Berikut adalah beberapa foto suasana Km 0 Jogjakarta.


   
   
       

       

Itu tadi adalah cerita saya mengenai jalan-jalan malam di Jalan Malioboro dan Sekitarnya.
Jogja memang sangat istimewa, seperti lirik lagu Jogja Hip-Hop Foundation

Jogja! Jogja! Tetap Istimewa 
Istimewa Negrinya, Istimewa Orangnya 
Jogja! Jogja! Tetap Istimewa
 Jogja Istimewa untuk Indonesia






Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Juragan

Popular Posts