Akhir-akhir ini, Bangsa
Indonesia seperti terguncang. Bukan, bukan terguncang, melainkan mulai membuka
mata. Tidak bisa dipastikan darimana, apa, atau siapa pemicunya. Serentetan
peristiwa terus hadir silih berganti untuk memanggil jiwa pancasila bangsa yang
bernafaskan kebersamaan ini. Pada hari Rabu, 12 Februari 2014. Seseorang yang
baik hati, dermawan, dan berjuang untuk rakyat dengan segenap jiwa raga,
meluapkan isi hatinya yang sedang gelisah di sebuah acara televisi swasta.
Panggilannya adalah Bu Risma, walikota Surabaya, salah satu kota metropolitan
di Indonesia. Saya kira, tidak ada yang tidak tau Surabaya. Apalagi Surabaya
merupakan ibukota Provinsi Jawa Timur. Akan tetapi, melalui prosentase, bisa
dikatakan bahwa lebih dari 80% masyarakat non-Surabaya, banyak yang tidak tau
perkembangan atau perubahan dari sentuhan Bu Risma kepada Surabaya.
Saya termasuk dari
masyarakat non-Surabaya yang tidak tau tersebut. Bulan Maret 2013 adalah
waktu terakhir kali ke kota Pahlawan. Ketika itu, menurut pandangan saya, tidak
ada yang berbeda karena tidak begitu memperhatikan detail demi detail. Seperti
biasa, dengan jalanan yang lebar dan dihiasi pepohonan rindang, lalu lintas
yang rapi dengan suara rekaman arahan-arahan berlalu lintas, macet, teriknya
matahari, Surabaya di tahun 2013 tidak berbeda dengan Surabaya yang saya
kunjungi tahun 2009 dan 2010.
Ketidaktauan akhirnya
berlabuh di ujung gua yang menunjukkan secercah cahaya pengetahuan. Ternyata
Surabaya tidaklah sama, Surabaya terus berubah dari waktu ke waktu, khususnya
ketika Bu Risma mulai menjadi walikota. Pertama,
Taman Bungkul menjadi taman terbaik se-Asia. Betapa sialnya saya, karena belum
sempat menikmati langsung taman ini. Kedua,
Kebun Binatang Surabaya mulai di ambil alih Pemkot, setelah Bu Risma pasang
badan dengan membawa tameng yang terbuat dari izin presiden serta Kementerian
Kehutanan dan dibalut kerjasama dengan KPK. Aktor mafia pemburu harta di Kebun
Binatang Surabaya pun akhirnya gerah. Ketiga,
Bu Risma menolak adanya pembangunan tol dalam kota. Para aktor yang sudah
berjanji dengan cukong akhirnya juga turut gerah. Keempat, Bu Risma menaikkan pajak reklame. Para kerah putih
berdasi, serempak mencoba untuk menjatuhkan, namun Bu Risma tetap tegak
berdiri. Kelima, prestasi spektakuler yang disandang baik oleh
Surabaya ataupun walikotanya (Kalau tidak salah jumlahnya 51).
Masyarakat Indonesia,
khususnya Surabaya, rumah kita kini kian ramai. Pahlawan kita sedang berjuang
melawan para penjajah dari bangsa sendiri. Bangkit. Kembali bangkit. Masa ini,
kita tidak perlu merobek bendera Belanda, tidak perlu membawa bambu runcing.
Berteriaklah dengan prestasi. Bersatulah tanpa membawa suku agama dan ras untuk
membantu pahlawan kita. Saling bantu karena kita adalah satu. Untuk bangsa dan
negara yang lebih baik. Masyarakat yang sejahtera dan makmur.
PT.
KAI
Pada hari Kamis, 13 Februari
2014. Saya pergi ke Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta untuk membeli tiket kereta
ekonomi. Parkirkan motor seperti biasa, dengan harga karcis parkir Rp. 2.000. Sambil jalan menuju loket terlihat hal yang tidak biasa. Meskipun loket tetap berjumlah 4
(empat), akan tetapi susunannya berbeda. Sekarang, loket 1 dan 2 ditujukan untuk
penukaran tiket dan rute perjalanan pendek seperti Yogyakarta – Solo. Sementara
loket 3 dan 4 ditujukan untuk pembelian tiket rute lainnya selain 1 dan 2. Di
depan loket 4, sudah ada barisan bangku, berjumlah 20 unit.
Saya yang heran,
bertanya pada petugas bagaimana cara membeli tiket. Ternyata prosedurnya
berubah, dulu tinggal tulis di lembar untuk membeli tiket, lalu masuk dalam
antrian menuju loket. Sekarang prosedurnya menulis dulu di lembar untuk membeli
tiket, lalu kemudian ambil nomor antrian, nunggu di panggil, konfirmasi
perjalanan, dan bayar. Sesuai dengan loket. Bisa di loket 3 ataupun di loket 4 (disesuaikan dengan perjalanan).
PT. KAI terus berbenah.
Kemarin akhir tahun 2013, saya berangkat dari Jakarta ke Yogyakarta naik kereta
ekonomi via Stasiun Pasar Senen. Ketika itu, Pasar Senen kondisinya benar-benar
berubah. Semakin rapi dan tertata. Parkiran kendaraan juga terasa lebih luas.
Loket pembelian tiket lebih banyak. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan
tahun 2012. Terakhir kali saya ke stasiun Pasar Senen.
Dari sisi konsumen,
tentu merasa lebih puas dengan gebrakan-gebrakan yang diberikan PT. KAI. Mulai
dari tidak boleh ada pedagang asongan di dalam kereta, tidak ada pedagang
asongan di peron, dan tidak boleh merokok di dalam kereta. Dari sisi PT. KAI,
memang sudah seharusnya memberikan pelayanan yang terus menerus lebih baik.
Mengingat statusnya sebagai pemain tunggal (monopoli) sekaligus adalah BUMN.
Kalau dari saya
pribadi, ya ada seneng ada nggaknya. Kadang dengan adanya pedagang asongan di
dalam kereta, jadi ada temen ngobrol. Bisa bertukar pengalaman dan pengetahuan.
Kadang dengan adanya pedagang asongan di peron, bisa beli bekal buat isi perut,
kalau kebetulan sebelumnya lupa beli. Tapi di sisi lain, dengan tidak adanya
pedagang asongan di dalam kereta dan di peron, para penumpang bisa lebih
nyaman. Inilah sulitnya kebijakan publik, bayangkan kalau policy maker berpikir seperti saya, banyak ini itunya, bisa-bisa
malah jadi lebih hancur hahahaha.
Hal yang saya sesalkan
itu, kenapa kereta ekonomi non AC tidak ada lagi. Kenapa semuanya harus AC.
Kereta ekonomi AC itu dinginnya ga tanggung-tanggung. Buat yang doyan dingin,
pasti doyan. Lah saya ini, lebih memilih duduk di perbatasan gerbong daripada
nahan dingin. Kalau udah kedinginan, bawaannya mau buang air terus. Kalau buang
air kecil, okelah. Nah kalau buang air besar, suka bingung aja, udah sesak,
tapi keretanya ga jalan-jalan. Yang suka naik kereta pasti bisa bayangin,
gimana rasanya udah sesak BAB, tapi keretanya ga jalan-jalan hahaha. Mbok ya
harusnya ada kereta non AC, misalnya dalam 1 rangkaian, dari 8 gerbong ekonomi,
ada 2 non AC sisanya AC semua.
PAHAM
DAN KEMUDIAN BERSATU
Membuka mata itu tidak
bermakna bahwa sebelumnya mata disengaja tertutup. Melainkan, membuka mata
karena sebelumnya mata sengaja ditutup. Ditutup oleh apa? Pikir sendiri aja.
Akhir-akhir ini, dengan
banyaknya bencana alam yang terjadi di Indonesia, secara tidak langsung membuka
mata bangsa ini bahwa Indonesia itu luas, Indonesia itu memang benar-benar
kaya, Indonesia yang kaya ini mulai dimiliki oleh orang perseorangan, dan untuk
membangun Indonesia bangsanya harus menjadi satu tanpa membedakan suku agama
dan ras.
Adanya
bencana erupsi Gunung Sinabung, masyarakat yang bukan
berasal dari Sumatera Utara jadi paham bahwa ada Gunung Sinabung di Kabupaten Karo. Ada erupsi di dekat daerah penghasil jeruk paling enak, yaitu Jeruk
Berastagi. Adanya bencana banjir di DKI,
masyarakat menjadi paham bahwa kerjasama antar kepala daerah masih sangat minim. Adanya bencana banjir di Manado,
masyarakat menjadi paham bahwa Manado itu letaknya di Sulawesi Utara. Manado
yang sedang terkena bencana, juga merupakan wilayah yang memiliki kekayaan laut
yang melimpah, terletak di Pulau Bunaken. Adanya
bencana erupsi Gunung Kelud, masyarakat menjadi paham bahwa Gunung Kelud
itu terletak di Jawa Timur dan diapit 2 daerah, yaitu Kediri dan Blitar.
Selain menjadi paham
mengenai kondisi pemerintahannya. Masyarakat juga menjadi paham bahwa negaranya
ini benar-benar luas dan kekayaan alamnya sangat indah dan melimpah. Lalu,
dengan cara bersatu lah semua hal bisa teratasi. Contohnya adalah Hastag
Prayfor. Itu menandakan bahwa kalau mau membantu dan membangun, ya jadi SATU,
jangan bawa agamamu, jangan bawa rasmu, jangan bawa sukumu.
Indonesia SATU. Bhineka Tunggal Ika.
0 komentar:
Posting Komentar