AKU
BERCUMBU UNTUK MELIHATMU
Pagi ini. Seperti
biasa. Terbangun oleh suara alarm dari handphone yang terletak di dekat kuping.
Aku tidak mengenal radiasi. Aku tidak mengenal efek samping. Bangun tidur tepat
waktu jauh lebih penting bagiku daripada memikirkan hal-hal yang sama sekali
aku tidak paham.
Waktu di handphone menunjukkan
pukul 05.37. Tepat seperti perkiraan. Bangun tidur tidak lebih dari jam 05.45,
agar seluruh kegiatanku di hari ini dapat berjalan dengan lancar. Hari ini
adalah salah satu hari penting dalam hidupku. Hari ini aku dan Budi merayakan 2
bulan kami berpacaran.
Namaku adalah Rini,
seorang mahasiswi semester 4 di salah satu universitas swasta di Yogyakarta.
Aku dan Budi kuliah pada universitas yang sama, tapi berbeda jurusan. Budi di
fakultas teknik, sementara aku di fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam
(MIPA). Kami bertemu di sebuah acara musik yang di adakan di fakultas teknik.
Saat itu, aku dan Budi tidak saling kenal. Kami diperkenalkan oleh Dio. Dio
adalah teman SMAku dan teman kuliah budi.
Aku orangnya easy-going. Bergaul dengan siapa saja. Tanpa
batasan. Sehingga, main-main ke kosan cowok sudah bukan lagi hal tabu bagiku.
Januari 2013. Masih ku ingat dengan jelas. Budi mengajakku main-main ke
kosannya. Kami duduk berdua di ruang tamu sambil mengobrol. Tertawa terbahak
bahak bercerita hal-hal paling aneh yang pernah masing-masing dari kami
lakukan.
Aku ambil sebatang rokok
lalu menyalakannya. Dengan gaya professional asap mulai mengebul dari mulut dan
juga hidung. Kosan budi merupakan kosan 2 lantai. Kosannya memiliki sirkulasi
udara yang baik. Tidak ada kamar yang saling berhadapan. Sehingga tiap kamar
memiliki pemandangannya masing-masing dari balik jendela. Dari salah satu kamar
yang berjumlah 23 itu, keluar seorang pemuda mengenakan pakaian warna hitam
polos dan celana pendek-selutut dengan robekan di bagian ujung bawahnya,
berjalan ke arah kamar mandi. Lokasi kamar mandi itu berada tepat di sebelah
aku dan budi duduk. Aku yang tadinya sedang melihat ke arah-arah kamar, sempat
bertatap muka dengan pemuda itu. Kurang lebih 10 detik.
Aneh . . . Sangat Aneh.
. . Tidak biasanya aku memikirkan seorang pemuda. Apalagi, pemuda ini belum aku
kenal sama sekali. Untuk sesaat, aku sempat termenung dalam tarikan rokokku. Ku
keluarkan asap beracun itu perlahan dari mulut, sambil berpikir ‘’Apakah aku
harus bertanya ke Budi siapa nama pemuda itu’’ ‘’Apa aku tanya sendiri saja,
ketika pemuda itu keluar dari kamar mandi’’ ‘’Ah dimana harga diriku. Seorang
wanita kok bertanya duluan. Ditambah, aku juga sedang berada di kosan khusus
laki-laki’’. Pada akhirnya, gengsiku mengalahkan segalanya. Meskipun pemuda itu
telah keluar dari kamar mandi, aku tidak bertanya siapa namanya. Begitu juga
halnya dengan bertanya ke Budi. Aku tidak mau. Karena aku tau, bisa jadi Budi
memiliki rasa kepadaku. Itu sebabnya dia mengajakku main ke kosannya.
Mengajakku untuk mengobrol berdua. ‘’Bagaimana mungkin aku bertanya pemuda lain
kepada pemuda yang sedang suka denganku’’ Pikirku dalam hati.
Waktu terus berlalu.
Semenjak peristiwa bertemu pemuda yang aku tidak tau namanya itu, aku menjadi
sering main ke kosan Budi. Hampir setiap hari. Bahkan meskipun Budi tidak
mengajakku ke kosannya, aku meminta Budi untuk mengobrol di ruang tamu kosannya.
Oleh Karena itu pula, aku menjadi lebih sering bertemu pemuda yang aku tidak
tau namanya itu.
Sampai sekarang, aku
masih menahan gengsi dan rasa ibaku kepada Budi. Aku tidak mau harga diriku
jatuh. Aku tidak mau Budi kecewa atas perasaan yang telah dipendamnya kepadaku.
Sudah pasti . . . Sudah pasti Budi
semakin suka padaku. Itu bisa terlihat dari bagaimana dia memperlakukanku.
Bagaimana senangnya dia ketika mengobrol denganku.
16 Maret 2013. Untuk
menutupi rasa ibaku kepada Budi. Aku menerimanya menjadi pacarku. Budi
mengutarakan cintanya ketika kami sedang makan malam. Budi mengeluarkan secarik
kertas dari dalam tasnya. Kertas itu warna warni. Tak lama kemudian, Budi
mengeluarkan 3 tangkai bunga mawar merah. Budi menaruh bunga itu tepat di tengah-tengah
antara aku dan dia. Bunganya terletak horizontal, sementara aku dan Budi mulai
bertatap muka. Perlahan, Budi membuka simpul yang ada pada kertas warna warni
tersebut. Bertuliskan, aku suka sama
kamu. Aku mau kamu jadi pacar aku. Kalau kamu jawab iya, cukup senyum dan tulis
di kertas ini IYA. Tapi kalau tidak, kamu ambil 3 tangkai bunga mawar ini.
Aku lalu menuliskan IYA di kertas warna warni tersebut.
Banyak hal yang berubah
semenjak kami berpacaran. Dulu, kami hanya mengobrol di ruang tamu. Sekarang,
Budi mulai sering mengajakku untuk mengobrol dengannya di kamarnya. Jujur saja,
tidak ada yang ku suka dari mengobrol dengan Budi. Arahan obrolan suka tidak
jelas. Ketawa ga tau sebab. Pokoknya, orangnya suka asik sendiri. Tapi mau
bagaimana lagi, aku masih ingin terus melihat pemuda yang aku tidak tau namanya
itu. Ntah mengapa, semakin hari melihatnya. Semakin ingin aku untuk main ke
kosan ini.
Awal April 2013. Hubunganku
dengan Budi benar-benar berubah. Hampir tidak ada hari tanpa aku bertemu
dengannya. Tidak ada waktu aku tidak bersamanya, terkecuali malam hari. Aku
semakin muak. Muak dengan aktifitas aneh ini. Meskipun aku sudah bersamanya
seharian, masih saja aku harus mengirimkan sms ketika sudah sampai rumah.
Berbalasan sms sampai larut malam. Ntah apa maksud dari kegiatan ini. ‘’Mengapa
dulu aku menerima Budi’’ Tanyaku menyesal.
Hari ini, tanggal 16
April 2013, hubunganku dengan Budi tepat berjalan 2 bulan. Aku terpaksa
berpura-pura merayakan hari aneh ini. Hari yang tidak memiliki makna sama sekali
bagiku. Budi masih mengira bahwa aku menyukainya. Mengira aku suka mengobrol
dengannya.
Budi sudah
mempersiapkan semuanya dengan baik. Budi memesan tempat yang belum pernah kami
kunjungi. Ia mengatakan bahwa tempat itu adalah tempat paling romantis yang ia
tau. Ia tau tempat itu dari teman-temannya yang juga merayakan hari jadian
mereka. ‘’Benar-benar kumpulan pemuda aneh’’ Pikirku.
Rasa ibaku tidak pernah
hilang kepada pemuda aneh ini. Untuk membuatnya senang di hari aneh ini, aku
mencoba untuk mempersiapkan semuanya dengan baik. Aku mempercepat waktu bangun
tidur. Semua sudah kupersiapkan dengan baik. Bangun tidur lebih cepat membuatku
bisa berdandan lebih cantik dari biasanya. Aku telah siap sejak pukul 08.15.
Lalu Budi menjemputku pukul 09.00. Budi menunggu di depan pintu rumahku sambil
mengenakan pakaian yang rapi. Batik, celana jeans, dan mengenakan sepatu. Sebelum
menuju lokasi makan, Budi mengajakku untuk singgah sebentar ke kosnya. Sesampai
dikosnya, kami langsung menuju kamar. Biasanya, yang kami lakukan adalah
ngobrol. Tidak lebih. Namun hari ini, Budi memanfaatkan rasa ibaku. Ia perlahan
mengeluarkan nafsu liarnya. Mulai memandangku dengan tatapan kosong. Tangannya
mulai bergerak tidak beraturan. Jangan tanya kepadaku. Aku coba menolak. Tapi
sekali lagi, aku tidak bisa menahan rasa ibaku.
Semua sudah terjadi.
Dan ini terjadi karena pemuda itu. Pemuda yang sampai saat ini, sampai Budi
berani menjamahku, aku tetap belum tau namanya. Semua ini ku lakukan hanya
karena ingin melihatnya. Apakah aku pelacur? Apakah aku seperti gadis BISPAK? Biarlah
orang menilai. Yang aku lakukan adalah hanya ingin melihatnya. Melihat pemuda
itu.
0 komentar:
Posting Komentar