Sejak adzan ashar usai dikumandangkan, tiba saatnya
bagi beberapa putra Desa Tanjung untuk bermain sepakbola. Tanpa sms, tak perlu
telfon, mereka seperti sudah saling paham bahwa teman-temannya pasti ada di
lapangan yang letaknya ada di tengah-tengah permukiman warga. Memang benar,
satu per satu mulai berdatangan, seperti menyatakan siap untuk berpeluh
keringat dan beradu keahlian untuk mencetak gol. Pertandingan dimulai tanpa
tiupan pluit, cukup jumlah pemain seimbang dan kedua tim sudah sama-sama siap.
Selama kurang lebih tiga jam bola
diperebutkan, tendangan demi tendangan dilesatkan. Satu dua tendangan
membuahkan gol, namun beberapa lainnya terpaksa mencium atap atau tembok rumah
warga. Warga marah? Jelas… permainan berakhir? Tidak…
Para pesepakbola muda amatiran ini seperti
tidak pernah kehabisan tenaga. Tiga jam lamanya, hanya mengambil waktu
istirahat beberapa menit untuk minum air es atau sekedar rebahan. Mereka tidak
pernah tau kapan harus berhenti, selain tiba saatnya adzan maghrib. Terkadang,
adzan maghrib pun tak cukup. Pluit lain yang tidak kalah efektif adalah
teriakan melengking para emak-emak berdaster, yang kalau sudah tak sabar, terpaksa
membawa ranting kayu atau ikat pinggang sebagai gertakan sambal.
Pesepakbola muda amatiran ini seluruhnya
adalah pelajar, baik negeri maupun swasta. Umum maupun kejuruan. Aktivitas
sekolah kurang lebih tujuh jam tidak jadi masalah, karena seusai sekolah bisa
main bareng temen-temen di lingkungan rumah. Apalagi kalau bukan sepakbola.
Tapi semua itu hanya kisah klasik satu dekade
yang lalu…
Hari ini senja tak lagi sama…
Sejak narkoba dikenalkan secara diam-diam di
Desa Tanjung, para pemuda jarang bermain sepak bola. Mereka harus senantiasa
bekerja, menghasilkan uang, agar di akhir pekan bisa membeli narkoba. Kalau
uang lagi banyak, maka banyak juga yang dibeli. Jika uang tidak cukup,
cenderung dipaksakan untuk tetap beli, meskipun harus menjual aset yang ada.
Handphone adalah aset yang paling umum diperjualbelikan, selain ukurannya kecil
sehingga mudah dibawa kemana-mana, juga cepat lakunya karena dijual relatif
murah.
Narkoba punya dampak yang luar biasa, tidak
hanya merubah kepribadian seseorang, namun juga perlahan merusak hubungannya dengan
lingkungan sekitar, khususnya keluarga dan masyarakat. Seorang anak relatif
muda rela mencuri uang orangtuanya hanya untuk bisa membeli sepaket narkoba.
Meskipun orangtuanya tau perbuatan itu tidak baik, mereka seperti tidak bisa
berbuat apa-apa. Pernah mencoba untuk memberi nasehat, nyatanya anak relatif
muda tersebut justru pergi dari rumah. Kasus lain, seorang suami secara tidak
sadar terus memaki istrinya, nyaris setiap hari seperti rumah tangga mereka
tidak pernah harmonis. Penyebabnya karena sang istri ingin suaminya berhenti
pakai narkoba. Tapi sayang, hingga sang istri memutuskan untuk pergi dari rumah
dan mengajukan cerai, suami tersebut tidak berubah.
Narkoba murah di awal, menyengsarakan hingga
akhir. Praktik jual beli narkoba tak beda halnya dengan strategi marketing pada
umumnya. Promosi harga, kemasan menarik, dan pendekatan secara persuasif untuk
menarik calon konsumen membeli hingga akhirnya mengkonsumsi secara
berkelanjutan. Setelah berhasil, perlahan promo dikurangi dan diberlakukan
harga normal. Sayangnya bagi pemakai narkoba, ketika mereka telah ketagihan,
meskipun harga dinaikkan, mau tidak mau mereka harus membeli. Karena jika
tidak, dirasakan seperti ada sesuatu yang kurang. Ketenangan dan kenikmatan
duniawi…
Pada puncaknya, narkoba bisa membuat pengguna
benar-benar menjadi durhaka. Memaksa orangtua menjual aset yang ada, hanya
untuk memenuhi kenikmatan sesaat. Tidak ada penyesalan, yang ada hanya
bagaimana bisa terus dan terus menggunakan narkoba.
Senja tak pernah lagi sama… Desa Tanjung
mulai kehilangan bibit-bibit produktifnya. Pemuda yang diharapkan mampu menjadi
agen perubahan desa, saat ini tengah kehilangan arah.
Penduduk Desa Tanjung sangat paham akan situasi
yang sedang dihadapi, namun apa daya, alasan ekonomi dan kekeluargaan menjadi
faktor utama bisnis haram ini masih berlangsung. Pengedar adalah sanak saudara,
pengguna adalah keluarga. Dilema yang sangat besar.
Pernah berharap agar pihak berwajib punya
inisiatif dan kemudian menindak. Namun, dewi fortuna tak kunjung datang.
Nyatanya, tertulis di kantor mereka bahwa Desa Tanjung adalah Desa bebas
narkoba.
Semoga situasi dapat berubah… Penegakan hukum
harus jadi panglima.. Mengadili siapa yang salah tanpa memandang kasta terlebih
lagi harta… karena pemuda adalah aset bangsa… tanpanya seluruh pembangunan akan
terkendala…
Senja di Desa Tanjung…
0 komentar:
Posting Komentar