Menulis. Menyebarkan. Saling menginspirasi.

Transisi manusia sebagai mahluk sosial

Saya semakin tidak sadar bahwa sejatinya manusia adalah mahluk sosial, yang membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya, baik itu kebutuhan fisik maupun kebutuhan hidup. Perkembangan jaman kian menggerus kesejatian manusia, dan mulai menghilangkan sendi-sendi persaudaraan.

Saya tidak pernah berada di negara lain, tapi saya sudah tinggal di negara ini selama 22 tahun. Ketika kecil, saya bermain bersama teman-teman tanpa ada yang memegang handphone. Kami bercerita panjang lebar, bercanda sesuka kami, walaupun sebenarnya banyak hal yang garing. Ketika kecil, kami tidak perlu update status kalau sedang berantam, tidak perlu saling ignorance ketika bertemu, kami selesaikan permasalahan secara face to face.

Yah, mungkin saya terlalu banyak berfantasi ke masa lalu. Sementara di luar sana orang-orang semakin dinamis mengejar perkembangan jaman. Jaman yang kian menuntut profesionalisme, dan jaman yang menganggap persaudaraan adalah komoditas dagang saja.

Sejatinya hidup manusia sebagai mahluk sosial adalah saling menguntungkan, dalam artian jika kita dibantu maka kita juga harus membantu. Dalam bahasa ilmiah, hal ini biasa disebut simbiosis mutualisme.

Orang pesimis menganggap dirinya dimanfaatkan, sedangkan orang optimis menganggap dirinya bermanfaat.


Di sisi lain, secara lebih luas. Negara ini sedang berada pada titik keseimbangannya. Titik yang mempertemukan semangat dan apatisme, titik yang mempertemukan perjuangan dan menyerah, serta titik yang mempertemukan kejujuran dan kebohongan.

Tak perlu bicara pemerintah yang semakin membabi buta menghisap darah para rakyatnya, tak perlu memaki, dan tak perlu membakar ban untuk sekedar mendapat perhatian publik.  Sebagai mahluk sosial, kita cukup memperbaiki diri kita sendiri agar bisa menjadi lebih baik dari hari kemarin.

Sudahkah kita membantu orang-orang disekitar kita?

Sudahkah kita bermanfaat bagi orang lain?

Sudahkah kita melakukan apa yang kita ucapkan?

Semoga perkembangan jaman tidak menutup mata batin kita.

Semoga perkembangan jaman tidak membuat kita menutup mata ketika melihat seorang nenek tidur di pinggiran jalan.

Semoga perkembangan jaman tidak meruntuhkan persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa yang berbahasa satu, bahasa Indonesia.

Semoga perkembangan jaman bisa menyadarkan kita bahwa keburukan yang kita alami, mungkin belum seberapa dibanding dengan yang dialami oleh orang lain.


Hiduplah Indonesia Raya . . . .




Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Juragan

Popular Posts